Sementara
Sementara
Teduhlah hatiku
Tidak lagi jauh
Belum saatnya kau jatuh
Sementara, aku mendengarkan lagu
ini berkali-kali. Memutarnya setiap hari. Sementara saja. Sebagai latar dari
monolog aku dengan diriku. Biar aku tak bosan menguatkan diri sendiri.
Lagu-lagu selalu membantu. Membantu aku saat telah buntu. Buntu dalam menerjemahkan
seluruh bahkan sebagian dari aku.
Kata-kata. Kalimat. Bahasa.
Semuanya hanya huruf-huruf yang pernah kupelajari kala masih buta aksara. Tidak
ada makna. Tidak ada cerita. Hanya entah yang susah payah membebaskan diri dari
resah. Aduhai, hatiku. Tenanglah. Teduhlah. Belum saatnya kau jatuh. Jatuh
tersimpuh. Jatuh seluruh. Atau jatuh hati yang utuh. Sementara,
beristirahatlah.
Sementara
Ingat lagi mimpi
Juga janji-janji
Jangan kau ingkari lagi
Lagu ini berkata padaku :
“bukankah kau punya banyak mimpi? Bukankah dirimu telah banyak berjanji pada
diri sendiri? Semisal untuk tidak menyiksa diri dengan rindu yang tak perlu.
Atau untuk tidak mencintai tanpa memikirkan diri sendiri. Atau berlari kesana
kemari hanya untuk mempercepat hari berganti. Atau berlelah-lelah hanya untuk
membuat mata lelah kala malam tiba. Kau telah berjanji akan menyayangi aku dan
kau. Jangan. Jangan kau ingkari lagi.”
Percayalah hati, lebih dari ini, pernah kita lalui
Jangan henti disini
Percayalah, duhai hatiku. Kita
pernah melalui yang lebih dari ini. Dari waktu ke waktu. Dari pilu ke pilu.
Dari dusta ke dusta. Dari luka ke luka. Kita berdua, duhai hatiku, kita pernah
melaluinya. Jangan henti disini. Langkahmu. Mimpimu. Sinarmu.
Sementara, lupakanlah rindu
Sadarlah hatiku
Hanya ada kau dan aku
Rindu hanyalah harapan semu yang
terlalu digugu. Kau tahu itu. Tidak ada yang perlu sebuah temu. Tidak ada yang
perlu kata-kata penghapus pilu. Kau dan aku, duhai hatiku, kita adalah dekap
yang lebih erat dari sepasang lengan.
Dan sementara
Akan ku karang cerita
Tentang mimpi jadi nyata
Untuk asa kita berdua
“Pada suatu waktu yang sudah
tentu, mataku menjadi tempat berpulang yang membuat kau tenang. Adalah mataku,
yang takkan pernah lekang dalam kenang. Mata kita adalah sungai yang bermuara
menjadi samudera. Keduanya rela untuk tenggelam semakin dalam. Wajahmu adalah
teduh yang membuat luruh semua keluh. Pelukmu adalah tempat berpulangnya segala
pilu dan ragu. Kita. Dua hati yang tahu betul bagaimana cara mencinta. Kita.
Dua kayuh yang saling menjaga. Kau tahu mimpiku. Aku tahu mimpimu. Mimpi kita,
beda yang berjalan bersama-sama. Kau adalah teduh dalam terik panasku. Akulah
teduh dalam rinai hujanmu. ” Dan biarlah dunia menduga-duga. Seseorang yang kita pun belum tahu siapa.
Percayalah hati, lebih dari ini, pernah kita lalui
Takkan lagi kita mesti jauh melangkah
Nikmatilah lara
Untuk sementara, saja.
Untuk sementara, kita persilahkan
saja lara mengisi ruang hampa. Biar ia memberi kita sebuah tanda. Tanda bahwa
hati kita masih bekerja. Biar ia membuat kita mengerti bagaimana cara
menghargai sepi. Menghargai lagu-lagu dan puisi. Menghargai bunyi yang lebih
nyaring daripada sunyi. Biarlah, menikmati secangkir lara takkan seberapa. Bisa
dihabiskan sembari menemani kita membaca puisi di pagi hari.
Now playing : Float - Sementara.Untuk sementara, saja.
18-9-17, 23.32
Komentar
Posting Komentar