Takdir adalah Kesunyian Masing-masing
Memang benar adanya, bahwa takdir
adalah kesunyian masing-masing. Setiap kesedihan dan kesunyian tidak akan
pernah sama satu dengan yang lainnya. Pasti selalu ada pembeda. Setiap hati
dibentuk oleh ribuan hari dengan kisah yang berbeda pula. Bisa saja hanya aku
disini yang menanti—sedangkan yang dinanti tidak. Bisa saja malah ia yang
merasa dikecewakan—sedangkan aku lebih dari itu.
Kesedihan dan air mata tidak bisa
sembunyi lama-lama. Ia akan mencari tempat yang lebih rendah agar bisa tumpah.
Dan tempat itu adalah kerendahan hati. Maka ketika kerendahan hati itu tak ada,
ia akan menggenang menenggelamkan kenang. Airmata lama-lama menganak sungai dan
bermuara. Mencipta lautan berpantai luka.
Tidak ada dada yang cukup lapang
untuk kita menumpahkan semua bimbang. Bimbang dimiliki pula oleh semua orang.
Maka kebimbangan terus mencari arah kemana ia pulang. Entah pada puisi atau
lagu yang tenang.
Tidak ada hati yang cukup luas
untuk meresap semua rasa yang kadang tak waras. Semua orang juga mengurusi
ketidakwarasannya masing-masing. Maka saat airmata sudah mengeras dan pikiran
juga tak lagi waras, kita berusaha melarikan diri dari hidup yang keras.
Begitulah takdir yang sepertinya
memang merupakan kesunyian masing-masing. Ketika seseorang berkata ‘seandainya
kau rasa apa yang kurasa’ dijawab dengan kata ‘aku takkan merasakan itu karena
aku bukan kau’, hal itu memang ada benarnya juga –meski tercium aroma
kesombongan di dalamnya.
Ada benarnya, karena seseorang
yang tinggal di gurun sahara tidak akan merasakan hal yang dirasakan seseorang
di kutub utara. Takdir mereka berbeda –tapi mungkin dalam kesunyian yang sama
dalam sebuah kata ‘terlalu’. Terlalu panas dan terlalu dingin.
Ada benarnya, ketika seorang
manusia gunung yang terbiasa dengan suhu dingin dengan seorang manusia di
perkotaan yang tak terbiasa dengan suhu dingin sama-sama berada di kutub utara.
Mereka merasakan dingin yang berbeda.
Ketika aku merasa disakiti dan
kau juga begitu, mungkin kau akan menganggap ini setara. Tapi tidak, bagiku itu
belum seberapa dari lamanya hari-hari biru yang kujalani. Memang benar adanya,
bahwa takdir adalah kesunyian masing-masing yang tidak akan dirasakan dengan
sepi yang serupa.
-
Pemberian Tahu
Bukan maksudku mau berbagi nasib
Takdir adalah kesunyian
masing-masing
Kupilih kau dari yang banyak,
tapi
Sebentar kita sudah dalam sepi
lagi terjaring.
Aku pernah ingin benar padamu
Di malam raya, menjadi
kanak-kanak kembali
Kita berpeluk ciuman tak jemu
Rasa tak sanggup kau ku lepaskan.
Jangan satukan hidupmu dengan
hidupku
Aku memang tidak bisa lama
bersama
Ini juga kutulis di kapal, di
laut tak bernama!
-Chairil
Anwar
Ditulis pada 30 Agustus 2016,
00:03
Komentar
Posting Komentar