Selamat Pagi, Resah



Pagi ini, bahkan sebelum embun pagi menjatuhkan diri ke tanah dan meresap ke bumi, hatiku telah jatuh berkali-kali pada keresahan. Aku mengingat kembali semua patah yang pernah ku alami. Meyakinkan diri bahwa aku bisa melewati hari ini. Hari dimana detik menitnya terasa lebih panjang dan lekang dibanding hari biasanya. Hari dimana aku hanya bisa menduga-duga tentang keadaanmu, pikiranmu tentangku, dan perasaanmu padaku.

Aku tidak ingat bagaimana caraku melalui hari-hari lalu. Bahkan aku tidak ingat pernah merasakan ini : perasaan tak terdefinisi karena kehilangan. Aku lupa apa itu hampa, sejak kau datang menyapa. Tapi kini aku, aku kehilanganmu. Aku membiarkanmu menunggu seharian penuh sampai kau tidak tidur. Aku yang marah dan merasa tidak ingin kau hadir lagi. Setiap kali kau mencoba meraihku, aku merasakan kesedihanmu. Betapa ingin segera ku katakan “Aku disini. Dan aku selalu rindu. Jangan lakukan itu lagi, aku tidak suka kau menderita karenanya”.

Pada setiap upaya yang kau lakukan, aku melukai diri sendiri dengan tidak menghiraukan. Aku sedih dan begitu mengkhawatirkanmu. Salahku, tidak mengungkapkannya. Aku terlalu pecundang untuk membuka jalan bagi kita agar dapat bicara. Aku terlalu takut untuk mengakui bahwa sungguh ku menyayangimu dan aku selalu milikmu. Aku ingin jeda ini memberimu tahu bahwa kau juga harus menyayangi diri sendiri, dengan tidak mengabaikan diri demi dia. Aku seperti menyaksikan diorama berisi patah yang tumbuh berkali-kali demi membahagiakan kekasih hati. Kau, padanya. Aku, padamu.

Percayalah, aku tidak pernah benar-benar marah. Tak sedikitpun benci ada di hatiku. Aku pergi hanya agar kau menyadari bahwa aku sungguh-sungguh tak suka melihatmu begitu. Aku tidak suka kau menyiksa diri dengan cara seperti itu. Aku tidak suka kau berjuang keras  demi menyenangkan orang yang tidak menghargaimu. Aku tidak pernah tidak menyukaimu. Aku hanya tak suka yang kau lakukan. Padamu, aku selalu mau. Padamu, rindu itu selalu. Padamu, cinta ini terlalu.

Dan kini keadaan berbalik. Marahku sudah, rindumu punah. Aku tidak lagi dapat menghubungimu. Kau tidak lagi membaca pesanku. Aku menjadi kau di hari kemarin dan kau menjadi engkau di hari ini. Entah sampai kapan. Belum saja aku menunggu selama engkau tetapi resah ini membuatku sangat payah.

Jangan lama-lama, aku butuh kau tahu bahwa sedari kemarin sesungguhnya aku tidak baik-baik saja. Maafkan aku, ya?

Komentar

Postingan Populer