Dongeng Sebelum Tidur



Setiap malam puan itu mengasah kata yang lebih tajam dari pedang kesatria. Setelah itu ia panaskan di atas bara berupa dendam dan amarah yang terpendam.
"Untuk berjaga-jaga", katanya.

Ia memang puan yang paling pandai menjaga dirinya dari kesalahan. Perempuan terhebat yang pernah kukenal.
Hingga jika ada sesuatu dariku yang tak ia suka, maka ia hunuskan kata dengan segera.

Kadang kata tersebut bermakna "kau salah dan kau harus berubah". Tetapi yang seringnya kuterima adalah kau salah dan kau tak pantas benar.
Kadang juga aku serupa serdadu kaku yang gagu. Takut pada titah seorang ratu. Tapi pada waktu tertentu aku menjadi kesatria dengan tameng di dada, menolak untuk menjadi tersangka.

"Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dalam kamus kemanusiaanku", ia menegaskan diri.

Tapi sebelumnya ia memintaku berpenampilan seperti Tuan Puteri. Agar tidak malu jika hendak mempermalukan oranglain, katanya. Aku menolak. Aku tidak ingin terlihat seperti Tuan Puteri dan aku tidak ingin mempermalukan oranglain.

"Tapi kata-katamu pada temanmu seolah kau merasa lebih hebat darinya. Maka kau harus berpenampilan bak Tuan Puteri agar kata-katamu bukan hanya omong kosong memalukan!", tambahnya.

"Aku tidak ingin terlihat seperti Tuan Puteri karena aku bukan Tuan Puteri. Aku akan lebih malu jika aku berpenampilan bak Tuan Puteri tapi nyatanya aku hanya dayang-dayang!", aku melawan.

Maksudku, aku tidak mau terlihat tinggi sebagai Tuan Puteri. Setiap diri memiliki arti tanpa harus nampak terpuji. Tapi barangkali tamengku membuat senjata kata miliknya berbalik menusuk hatinya sendiri.

"Kau pikir kau berlian?!", katanya mempertanyakan arti diriku. "Kau pikir kau berlian?!", ia meninggalkanku bersama kata yang menghunus di dada.

Kau pikir kau berlian? Kata-kata tersebut telah sampai pada benakku. Kau pikir kau berlian? Kulafalkan kembali agar tak salah eja. Kau pikir kau berlian? Menjadi lagu pengantar tidurku. Kau pikir kau berlian? Kuulangi sampai aku terlelap.

Ia memang perempuan terhebat yang pandai menjaga dirinya dari kesalahan. Tidak ada tameng yang mampu menahan kata tajam miliknya.

Kau pikir kau berlian? Ia benar adanya. Kau pikir kau berlian? Bahwa aku bukan berlian. Kau pikir kau berlian? Aku tidak lebih dari benda mati yang berkilau itu. Kau pikir kau berlian? Karena aku adalah jiwa yang hidup dan takkan mati meski kau bunuh berkali-kali.

Kau pikir kau berlian?
Dan kau adalah berlian. Berkilauan, bernilai tinggi, tapi mati --hatimu.

4 Mei 2019, 22.41

Komentar

Postingan Populer