Masa Muda yang Telanjang
Masa muda adalah masa-masa vulgar
yang mengharuskanmu telanjang, atau tubuhmu yang ditelanjangi. Telanjang mata
dari paradoks yang menutupi kebenaran. Telanjang pikir dari stigma. Telanjang
indera agar peka. Dan telanjang hati agar manusiawi. Atau kita akan terlanjur
menua dengan banyak sekat dalam isi tempurung kepala.
Kita harus bertelanjang kepala
menghadapi dunia yang semakin suka bertelanjang dada. Ada banyak tubuh
telanjang diluar sana yang bisa dibeli dengan bertelanjang saku celana. Juga
banyak yang dengan suka rela bertelanjang raga atas nama cinta. Meski pada
akhirnya ketelanjangan itu membawa kita pada airmata.
Ada banyak airmata yang
menelanjangi hati para wanita. Dan juga pada mata pria yang kecewa. Di masa
muda memang kata telanjang adalah kata yang paling menarik untuk dicoba.
Seperti yang telah banyak kita lihat di dunia maya atau di kabar berita.
Tentang yang bertelanjang dengan dipaksa. Dan tentang seorang wanita yang tanpa
diduga mengakhiri hidupnya dengan bertelanjang luka, karena ulah pria muda yang
memaksa ingin bertelanjang dalam cinta.
Cinta pada masa muda adalah hal
yang biasa. Berawal dari pubertas, seperti yang tertulis pada banyak kertas. Di
buku-buku dan di dalam kelas. Pubertas yang membawa kita pada hal yang tak lagi
sama. Perubahan pada raga, perubahan pada rasa, juga perubahan pada prasangka.
Prasangka yang kadang membawa kita pada angkara. Entah itu salah membaca
perkara atau memang mempertahankan diri dalam sebuah harga. Masa ini masa yang
penuh pertentangan dalam memahami makna.
Masa ini adalah masa yang
menggebu-gebu. Ada banyak ambisi yang ingin diikuti tanpa ragu. Masa dimana
segala sesuatu harus dilalui dengan seru. Masa yang terlalu biru kalau harus
mengikuti laju yang itu-itu melulu. Menuntut perubahan zaman yang katanya
berkembang justru larut dalam arah yang tak tentu. Zaman yang tak lagi mudah
dalam mencari muda mudi yang lugu. Karena lugu katanya terlalu kaku.
Lugu itu kaku. Kaku karena terlalu
malu memberi tahu hal-hal tabu. Meski kita semua sudah tahu banyak juga yang
tak ragu untuk pamer ini itu. Kini sudah banyak yang berlapang dada memamerkan
buah dada. Buah ranum yang menggoda untuk diminum. Minuman yang kadang bisa
dibeli seharga cinta. Karena pada masa muda cinta adalah hal biasa yang
diperlakukan dengan luar biasa untuk mendapatkan hal yang tak biasa.
Masa muda adalah masa bersuka ria.
Seperti yang orang-orang bilang bahwa masa ini tidak akan datang untuk kali
kedua. Masa dimana kita benci kata-kata yang menggurui. Lalu membenci dunia
yang tak sejalan dengan diri sendiri. Karena katanya diri sendiri adalah
pribadi pemberani yang harus dihargai. Harga diri bukanlah diri yang diberi
harga agar bisa dimiliki. Meski kadang kita temui harga diri adalah diri yang
diberi harga untuk dicicipi. Harga diri, kini tak lagi satu arti.
Misalnya pada sebagian kita yang
tanpa disadari merendahkan diri untuk
meninggikan cinta. Merasa bahwa ia yang dipuja adalah satu-satunya di
dunia. Atau berprasangka bahwa tak akan ada lagi yang mau menerima. Lalu
akhirnya dengan terpaksa menikah muda. Entah karena memang saling bersedia atau
tak sengaja menghadirkan jiwa tak berdosa. Begitulah cinta, berawal dari mata
yang baru terbuka lalu perlahan menjadi buta. Memengaruhi rasa dan
mengendalikan raga.
Mereka bilang, semua cinta pasti
akan berakhir, entah karena perpisahan atau pernikahan. Ketidaktelanjangan mata
menciptakan prasangka bahwa menikah adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri
cinta agar bahagia. Sebuah stigma yang terlalu dipaksa. Sebuah paradoks yang
terlalu diyakini keberadaannya. Sebuah keputusan yang meramaikan Kantor Urusan
Agama yang pada akhirnya berdesak-desakan di Kantor Pengadilan Agama.
Dalam hal ini kita benar-benar
perlu bertelanjang pikir dari stigma. Bahwa ketidaksiapan adalah juga
keterpaksaan. Ketelanjangan raga yang mereka bilang sebagai bukti dari cinta
yang dilakukan di usia muda adalah sebuah awal dari ketidaksiapan dan
keterpaksaan. Misalnya orangtua muda—yang tak sengaja menghadirkan jiwa dalam
raga– pada akhirnya menganggap bahwa anak adalah sebuah halangan dari banyak
keinginan. Yang kemudian tanpa disadari membawa kita pada banyak penyimpangan,
dan kit menua di dalamnya.
Masa muda adalah masa-masa vulgar
yang mengharuskanmu telanjang, atau tubuhmu yang ditelanjangi. Telanjang mata
dari paradoks yang menutupi kebenaran. Telanjang pikir dari stigma. Telanjang
indera agar peka. Dan telanjang hati agar manusiawi. Atau kita akan terlanjur
menua dengan banyak sekat dalam isi tempurung kepala.
Komentar
Posting Komentar