Selamat Tahun Baru
Barangkali, aku adalah satu-satunya
orang yang masih mempertanyakan apa arti malam ini sebenarnya. Makna lain, dibalik
malam yang menjadi pintu rejeki untuk para pengrajin terompet dan petani
jagung. Makna lain, dibalik hari besar bagi seluruh marketing komunikasi yang
berlomba-lomba mempercantik iklan untuk penginapan, resort, dan acara makan
malam. Aku mencari makna lain, dibalik sibuknya para remaja belia yang khawatir
tak memiliki acara hura-hura. Aku mencari makna lain, dibalik berpuluh-puluh
kilogram kembang api yang dinyalakan nanti.
Tapi barangkali, malam tahun baru
adalah malam sakral bagi seluruh dunia untuk larut dalam suka cita. Suka—cita,
suka karena banyak cita-cita baru yang ingin dicapai. Suka, karena bisa
bersorak sorai bersama. Suka, karena seluruh dunia akan memaklumi aktivitas
apapun yang hanya terjadi setahun dalam sekali. Suka, karena semua orang akan
dengan sukarela menghabiskan uang untuk bersenang-senang.
Barangkali, aku adalah satu-satunya
yang mempertanyakan sebenarnya hal apa yang kita rayakan. Entah merayakan
betapa hebatnya bumi yang tak henti-henti berotasi tiga ratus enam puluh lima
koma lima kali selama jutaan tahun sejak sebelum Masehi. Atau merayakan
keberhasilan kita yang telah melalui segala rintangan dan pelajaran di tahun
ini. Atau justru merayakan keinginan kita untuk berpesta pora.
Mungkin ini seperti cinta, perayaan
ini hanyalah sensasi yang kita ciptakan sendiri. Sebuah kesan yang kita tarik ke
dalam dunia nyata sampai kita lupa apa makna sebenarnya.
Sore ini langit masih biru, tapi
tak lama lagi ia akan menangis, membersihkan seluruh sisa pesta malam nanti,
untuk kembali dikotori oleh kita sendiri, esok dan tahun yang akan datang,
sampai tak ada lagi esok menjelang.
Komentar
Posting Komentar