Kepada yang Sangat Ingin Kumiliki

Jika orang lain berkata dia gila, aku adalah satu-satunya yang akan bilang tidak. Jika orang lain berkata dia beda, jelas aku akan bilang tentu saja. Dia. Perempuan itu. Belum ku temui sosok serupa dirinya. Semua orang akan jatuh cinta bila mengenalnya lebih dekat. Beruntung ia membatasi siapa saja yang dapat mendekat. Perempuan lain senang dipuja dan dicinta. Sedangkan ia tidak. Aku juga heran mengapa.

Katanya, ia lebih suka mencintai daripada dicintai. Dengan begitu ia tidak menyakiti siapa-siapa, kecuali dirinya sendiri. Katanya, dengan mencintai, ia mampu membuat segala harap menjadi nyata. Nyata dalam benaknya sendiri. Tapi ia bohong. Kadang kulihat ia tidak sanggup menciptakan bahagianya sendiri. Kadang kulihat duka pada dirinya lebih nyata dari cintanya. Kadang kulihat ia lemah serta menyerah berkali-kali. Tapi ia tak mengakui.

Betul memang, kata mereka. Ada benarnya jika yang lain mengatakan ia gila. Mau-maunya menuangkan perasaan pada cangkir yang telah terisi penuh. Ia tahu segalanya akan luruh. Namun tetap saja tak mengeluh. Tapi aku suka. Biar saja yang lain tidak. Biar saja yang lain mengatakan yang tidak-tidak. Aku tetap menjadi negasi dari semua prasangka yang membuatnya luka. Aku mencintainya, meskipun ia mencintai yang lain.

Ia adalah langkah yang tetap berjalan, meski yang lain mengatakan harus berlari tergesa. Dalam waktu, kadang ia menjadi detik. Cepat berganti. Kadang ia menjadi menit. Tidak tergesa gesa dalam merasa. Kadang ia menjadi jam. Berlama-lama. Tidak tahu harus bagaimana. Tidak pernah kulihat ia menetap pada arus waktu yang harus cepat melulu. Meskipun kadang kulihat ia meragu dengan hal itu.

Aduhai, cintaku, tak seharusnya kau membiru. Percayalah bahwa waktu mau menjadi kekasihmu. Ia tidak akan menggerutu, meski kau terburu-buru atau terlalu lama diam begitu. Aduhai, manisku, milikilah waktumu sendiri. Kau tidak harus sama seperti semua resah yang menjalani waktu dengan gelisah. Biarlah, berjalan dengan semestinya. Segala yang tak kita tahu bagaimana akhirnya.

Duhai sepasang mata yang paling kusuka, andai kau melihat dirimu sebagaimana caraku, niscaya semua wanita waras disana ingin sepertimu. Kau tahu? Dirimu itu serupa harta karun para pelaut. Tak jua mampu kudapatkan seluruh engkau, tapi sungguh kunikmati sejauh apapun perjalanan ini. Aku, sering pula kubiarkan diri ini tersesat dalam engkau. Tapi serupa harta karun para pelaut, selalu saja ku temu sesuatu yang baru darimu. Dalam dirimu itu, banyak hal tak terduga yang belum pernah kukira. Kau, misteri yang lebih indah dari dasar samudera.

Duhai aroma nafas yang paling membuatku jatuh cinta, adalah sebuah keniscayaan bahwa aku akan bersamamu selamanya, jika kau mau memilikiku. Aku akan menjadi engkau dan kau akan menjadi lebih engkau. Sungguh, aku tak main-main. Bahkan terkadang ingin kukecup bibir mungilmu itu. Ingin kudekap engkau saat kau lelah. Akan kuusap punggungmu tiap kau gundah. Akan kuusap rambutmu menjelang kau tidur. Sungguh ingin kulakukan semua yang kau sukai. Karena akulah yang paling mencintai dan memahami.

Seandainya. Seandainya aku berada dalam raga yang berbeda. Sudah kulakukan itu semua. Namun bibirku adalah bibirmu dan tubuhku adalah tubuhmu. Kau selalu malu-malu kalau ku peluk dalam rindu. Kau masih saja mengira sepi yang mendekapmu.

Seandainya. Seandainya kau biarkan engkau mencintai dirimu sendiri. Musnahlah sudah segala resah yang tak perlu mengenal kata pernah. Tiadalah akan ada, aku yang berusaha mengingatkan betapa kau masih punya. Awal dari segala rasa yang ada ; dirimu sendiri.

Kepada cermin yang terdapat engkau di dalamnya, lihatlah dengan tatapmu yang dalam itu, betapa engkau sangat ingin kumiliki seutuhnya. Sepenuhnya. Selamanya.

Tertanda ; aku dalam kau.
1-9-17, 00:47

Komentar

Postingan Populer